Menurut
sebuah penelitian terbaru, remaja yang mendengkur mempunyai resiko
lebih tinggi untuk mengalami gangguan kemampuan belajar dan perilaku.
Mereka terus mengantuk, sulit berkonsentrasi, agresif dan terganggu
kehidupan sosialnya.
Suara
ngorok sudah dianggap lazim di kehidupan sehari-hari. Apalagi pada
remaja-remaja dengan jadwal kegiatan yang padat, dengkuran dianggap
sebagai akibat dari kelelahan. Tetapi tahukah Anda bahwa dengkuran
sendiri bisa menyebabkan kelelahan berkepanjangan?
Mendengkur dan kantuk berlebihan merupakan dua gejala utama dari sleep apnea,
atau henti nafas saat tidur. Ketika saluran nafas melemas saat tidur,
ia menyempit dan mengakibatkan sumbatan. Akibatnya, walau dada naik
turun berusaha bernafas, tak ada udara yang dapat lewat.
Dalam
tidur, ia seolah tecekik. Karena sesak, selanjutnya pertahanan tubuh
akan membangunkan otak untuk bernafas. Si penderita akan terbangun
singkat tanpa tersadar. Karena terbangun-bangun singkat sepanjang malam,
pendengkur jadi selalu merasa mengantuk dan lelah sepanjang hari walau
tidurnya sudah mencukupi.
Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh the
Disability and Psychoeducational Studies department dari the University
of Tucson di Arizona, menyertakan 263 anak-anak dengan rentang waktu
pencatatan 5 tahun. Pada pemeriksaan awal ditemukan bahwa 70 anak
menderita sleep apnea. Lalu pada pemeriksaan 5 tahun berikutnya, didapati bahwa 44 orang menderita sleep apnea.
Para
peserta kemudian diperiksa perilakunya menggunakan alat-alat
pemeriksaan psikologi. Hasilnya, pada anak-anak yang tak menderita sleep apnea dan remaja yang dulu menderita namun kini sudah tak lagi, tak ditemukan perbedaan bermakna pada perilakunya.
Remaja pendengkur yang menderita sleep apnea
cenderung mempunyai nilai masalah sosial dan perilaku yang tinggi
dibanding remaja yang tak memiliki gangguan tidur tersebut. Mereka
dinilai 3 kali lipat lebih agresif. Remaja dengan sleep apnea ada 29%,
sementara yang sehat hanya 10%.
Kemampuan untuk mengontrol emosi juga didapati 2,9 kali lipat lebih buruk pada pendengkur dibanding remaja yang tak mendengkur.
Perilaku dan kantuk berlebihan
Masalah-masalah
perilaku dan interaksi sosial yang dialami dianggap berkaitan dengan
kantuk berlebihan yang diderita pendengkur. Seperti sudah diulas
sebelumnya, remaja yang menderita sleep apnea selalu berada
dalam kondisi kurang tidur, selalu mengantuk, walau durasi tidur
sebenarnya sudah cukup. Bayangkan saja diri kita jika hanya tidur 2 jam,
bagaimana rasanya di pagi dan siang hari? Persis seperti itulah yang
dialami para remaja yang menderita sleep apnea.
Kondisi
ini diperparah dengan pola tidur remaja yang juga selalu kurang. Akibat
berbagai aktivitas, kebutuhan tidur yang seharusnya 8,5-9,25 jam sehari
tak pernah tercapai. Apalagi dengan jam biologis yang berbeda dari
orang kebanyakan. Kelompok usia ini wajar jika tidur lewat tengah malam.
Padahal, aktivitas sudah dimulai sejak sebelum matahari terbit.
Kualitas dan durasi tidur menjadi sangat penting bagi prestasi. Sleep apnea,
jelas
memperburuk kualitas tidur. Segala kemampuan konsentrasi,
mengendalikan emosi serta perilaku ternyata menurun akibat sleep apnea.
Untuk itu, demi kualitas pemuda Indonesia, jangan remehkan lagi
kesehatan tidur, khususnya sleep apnea dan mendengkur.
sumber : kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar